Candlestick berasal dari negara jepang. Awalnya. candlestick ditemukan oleh seseorang bernama Munehisa Homma, seorang pengusaha beras di tahun 1700-an yang paling terkenal dalam meramalkan harga-harga beras dengan menggunakan data historis. Perdagangan beras pada saat itu menjadi tolok ukur ekonomi bagi Jepang. Saat itu, karena belum memiliki mata uang yang resmi, beras dijadikan sebagai salah satu alat tukar. Munehisa Homma mengumpulkan laporan tahunan dan menganalisa transaksi perdagangan bebas demi mempelajari psikologi para pedagang beras.
Homma menjalankan bisnis beras keluarga dan beras telah menjadi darah kehidupan di Jepang. Lebih dari sekedar bahan pangan, beras telah menjadi bagian dari budaya di sana. Desa-desa yang berkembang, menyandarkan kehidupannya pada siklus penanaman, pertumbuhan dan panen beras. Banyak sekali bagian dari siklus tersebut yang dirayakan dengan berbagai pesta, festival serta upacara seremonial. Beras merupakan komoditas yang sangat prestisius. Beras tak hanya sekedar komoditas perdagangan, beras juga menjadi sentra kebudayaan orang Jepang. Dari beraslah dihasilkan Sake (minuman khas Jepang), kue beras, tepung beras, cuka beras, dan masih banyak lagi. Tanaman padi tidak hanya ditanam untuk memperoleh butir padinya, tetapi daun-daunan tanamannya yang hijau dan rimbun ketika dikeringkan akan menjadi jerami.
Jerami juga merupakan bagian penting dalam kehidupan orang Jepang. Dari jerami, masyarakat desa di Jepang Utara bisa membuat topi, pakaian, peralatan rumah tangga, dan bahkan kertas. Mereka juga bisa membuat perlengkapan ibadah, topeng, dekorasi dan ratusan perlengkapan dan peralatan sehari-hari. Beras adalah penunjang utama ekonomi Jepang saat itu. Dalam aturan feodal, para Daimyo mengumpulkan butir padi dari para petani sebagai pajak tanah dan menjualnya dari gudang. Perdagangan beras adalah jalan hidup bagi orang Jepang yang berada dalam strata petani dan pedagang. Kemudian beras menggantikan mata uang sebagai penyimpan nilai atau penilai kekayaan di tanah feodal Jepang.
Pada suatu hari, saat itu hari senin pagi, Homma duduk bersila di atas tikar jerami di gudang beras milik keluarganya. Ia mencatat inventaris beras setiap pagi. Tumpukan kertas-kertas denda, dokumen inventaris beras dan lembaran-lembaran kertas perkamen terlihat berada di samping meja tulis kecilnya. Kertas perkamen adalah kertas khusus yang tidak dibuat dari tanaman padi, namun terbuat dari tiga bahan tradisional, yaitu kozo (mulberry), gampi dan mitsumata. Kertas perkamen itu dipesan Homma dari teman baiknya, Nomura San, pembuat Tahu terbaik di Jepang, yang memiliki akses ke pengusaha perkamen yang ada di Kyoto. Homma memiliki ketertarikan yang sangat besar pada kertas-kertas perkamen tersebut, lebih besar dibanding dengan tanah-tanah keluarga maupun inventaris beras yang disimpan pada enam gudang yang terpisah. Kertas-kertas perkamen itu dibubuhi simbol-simbol yang digambar sendiri oleh Homma. Simbol-simbol tersebut digambar naik dan turun dalam bentuk dan pola yang beraneka ragam, pada bagian bawah dan samping setiap lembaran perkamen ditulis angka-angka. Beberapa simbol yang tidak dapat dipahami diberi tanda dengan warna merah.
Upaya untuk membuat simbol-simbol itu sudah dilakukan Homma sejak lama. Selama 15 tahun Homma melakukan riset menggunakan referensi kuno, mencoba memahami apa yang ia lihat dan selalu berusaha untuk menyempurnakan pemahaman terhadap bahasa simbol-simbol itu. Pekerjaan ini kadang membuat ia frustrasi. Ketika Homma frustasi, dia tahu apa yang harus dilakukan. Dia pergi ke kebun kecilnya dimana ada satu batu besar berlumut yang berada di antara sungai kecil dan dua pohon buah ceri tua. Homma menatap batu itu dan diam dalam perenungan. Setelah itu, “Wa” (keseimbangan) kembali hadir dalam pikirannya mendorong untuk tetap melanjutkan riset. Kata hatinya membisikkan bahwa jika dia dapat memahami sebagian kecil saja bahasa simbol itu maka masalah akan bisa cepat diselesaikan.
Homma memberi nama masing-masing simbol dengan nama berlainan dan mengelompokan pola-pola yang berulang. Hal ini menjadi pekerjaan yang sulit karena terlaku banyak jumlah simbol-simbol yang ada. Setelah bertahun-tahun lamanya dengan terus melakukan latihan, Homma sedikit demi sedikit mulai bisa memahami apa yang ia cari selama ini. Ia mencelupkan alat tulis yang terbuat dari bulu ke dalam tinta, dan dengan hati-hati menggambar sebuah segi empat, dilanjutkan dengan menarik garis kecil di bagian atas dari segi empat tersebut dan garis lain digambar pada bagian bawah. Ia mengulangi cara tersebut pada beberapa kertas perkamen yang lain dan berhati-hati meletakkan setiap lembar yang telah digambar hingga tintanya kering.
Homma mulai memahami bahwa setiap simbol memiliki konsekuensi. Satu simbol mengindikasikan beberapa kemungkinan, sementara simbol yang lain memiliki beberapa kemungkinan yang berbeda. Dari pemahaman yang terbatas, ia mengisolasi satu kelompok kecil simbol dan memperhatikan apa yang terjadi ketika polanya terbentuk. Ia menguji terbentunya pola-pola ini dalam risetnya ratusan kali dan ia telah menemukan adanya pengulangan berkali-kali. Risetnya menggunakan arsip peristiwa selama lebih dari 1500 tahun. Sebelumnya, tak seorang pun pernah mengamati suatu kejadian-kejadian yang muncul kembali dalam jangka waktu yang sangat lama seperti itu. Akhirnya riset yang ia kerjakan selesai juga.
Besok ia akan pergi meninggalkan tempat tinggalnya menuju pasar beras dengan persiapan yang telah matang untuk membuktikan kebenaran dari hasil risetnya, tanpa disadari ia telah mencatatkan dirinya ke dalam lembaran sejarah. Dan di penghujung hari, Homma minum secangkir Gyokuro (“embun permata”, teh Jepang yang paling istimewa) untuk merayakan kesuksesan hari ini. Homma hampir saja mempertaruhkan hidupnya. Pertaruhan bukan karena sebuah kepastian tetapi karena beberapa kemungkinan atau peluang. Dari penelitiannya tersebut, ia dapat menghitung probabilitas lebih baik bila dibandingkan dengan orang lain. Homma merasa beruntung tinggal di Osaka karena dapat mengetahui banyak tentang pernak-pernik mengenai beras. Ini adalah hari pertama.
Besoknya, hari Selasa, Homma tiba di pasar beras. Sekelompok petani mengendarai kereta mereka yang memuat beras dan bergerak menuju pusat kota. Di sana, para pedagang akan memeriksa dan melakukan tawar-menawar dengan para petani dan agen mereka untuk menentukan harga beras hari ini, baik untuk beras yang berasal dari petani lokal maupun dari daerah pedalaman. Panen di awal musim ternyata cukup berhasil, beras yang dihasilkan lumayan baik kualitasnya, tetapi sayangnya bisnis beras sedang lesu. Para pedagang tidak punya minat untuk membeli, mereka minum teh sambil bersenda gurau.
Para pedagang besar di Osaka memperlihatkan sikap acuh tak acuh. Hanya duduk-duduk dan tidak menunjukkan minat untuk membeli. Taktik inilah yang selalu menjatuhkan psikologi para petani. Pedagang besar menggunakan kartel informal yang dapat mengendalikan harga beras. Mereka bisa mendapatkan beras dengan harga murah hanya dengan menunggu. Para petani mempunyai beras melimpah di ladang mereka dan panen besar akan datang dari daerah pertanian beras bagian Utara dan pedalaman. “Ya”, kata mereka kepada petani lokal, “ini adalah panen beras yang bagus; para dewa tersenyum dan kamu juga beruntung; tapi maaf, gudang kami telah penuh, kami tidak berminat membeli beras hari ini”.
Homma memulai bisnisnya dengan tenang, menyapa para petani, menanyakan kesehatan mereka dan keluarganya, dan membeli beras mereka. Sepanjang hari, para pedagang lain hanya memperhatikan Homma membeli, membeli dan membeli. Apa yang ia lakukan? Mengapa ia membeli? Tidakkkah dia tau bahwa sekarang adalah awal masa panen dan harga beras akan cenderung turun ketika semakin banyak beras yang masuk ke pasar? Anak bodoh; tidak bisa bersabar; memalukan sekali buat keluarganya! bukan seperti itu cara pedagang beras Osaka. Ini adalah hari kedua.
Hari Rabu, proses berulang. Homma masih tetap membeli, sementara pedagang lain masih juga mengabaikan para petani yang datang ke pasar dengan kereta yang membawa karung-karung berisi beras. Hari ini terlihat jelas bahwa pasokan beras yang tiba di pasar lebih sedikit daripada kemarin. Kartel terang-terangan menghina Homma karena melihat ia kembali membeli beras. Homma tidak gelisah dan terpengaruh, ia mengetahui yang orang lain tidak tahu, ternyata Homma memiliki hampir semua “permata” yang ada di pasar. Homma mempunya mata pisau! Dalam istilah modern ia memiliki peluang reward yang lebih besar dibanding resikonya.
Pada tengah hari, seekor kuda yang kehausan dan penunggangnya yang kusut kumal tiba di pusat kota. Sang penunggang bergegas menemui pemimpin pedagang Osaka, berjongkok didekatnya dan membisikkan sesuatu. Ia membawa berita buruk kepada kartel pedagang. Hujan yang terjadi di luar musim menggagalkan panen tahunan di hampir semua daerah pertanian! tidak akan ada panen berlimpah tahun ini dan harga beras akan terus naik seiring kelangkaan beras.
Sekarang pedagang Osaka mulai panik dan bergegas menemui para petani. Mereka harus membeli apa yang bisa mereka beli dari pasokan lokal yang tersisa. “Maaf”, kata si petani, “semua persediaan beras saya sudah dijual ke Homma”. “Besok, apakah anda membawa beras ke Osaka?” tanya si pedagang. “Maaf” ulang si petani, “Semua hasil panen tahun ini sudah dijual ke Homma”. Cerita yang sama terus berulang dengan petani yang lain. Homma telah menguasai pasar beras Osaka! Ini adalah hari ketiga.
Para pedagang besar tersebut menyalahkan sumber informasi dan pencari berita mereka, menyalahkan kuda terlalu lambat dan mencemooh penunggangnya yang malas. Mereka mendapatkan pukulan telak, mereka berpikir Homma pasti memiliki intel yang lebih baik, mempunyai banyak kurir merpati untuk mengetahui semua hal. Para pedagang dengan terpaksa membeli beras dari Homma dengan harga yang tinggi.
Ketika matahari terbit pada hari keempat, Homma duduk di gudangnya dengan lembaran-lembaran kertas perkamen kesayangannya. Seorang pekerja semalaman mengangkat dan menyimpan cadangan beras di gudangnya. Gudang tambahan digunakan untuk menyimpan beras yang akan tiba hari ini dari sawah petani setempat. Gudang beras di Osaka sedang langka pasokan, hanya terbatas untuk pasokan lokal. Dalam hitungan jam, bisa diduga para pedagang beras Osaka akan berada di depan pintu rumahnya, mereka dengan ke-putusasa-annya akan membeli beras yang mereka tolak tiga hari lalu. Perlengkapan dagang Homma tidaklah secepat kuda atau pun merpati, tetapi Homma mampu mengeliminir rumor-rumor yang bermunculan.
Perlengkapan dagang Homma adalah kertas perkamen. Setiap pagi, Homma menggambar simbol dan pola-pola secara khusus pada kertas perkamen yang mana merupakan catatan harga beras pada beberapa hari dan minggu sebelumnya. Homma telah menemukan modern market chart, pola-pola cantiknya dikenal dengan istilah “Batang Lilin” (Candlestick). Dari pola candlestick, Homma dapat memprediksi arah harga beras di masa depan. Pengetahuan ini adalah senjata Homma yang sangat berharga.
Homma telah mengalahkan kartel pedagang beras dan akan selamanya menjadi supremasi pedagang beras Osaka. Hanya dalam empat hari Homma sudah menjadi raja pedagang beras. Candlestick chart merefleksikan semua yang diketahui tentang harga pembukaan, tertinggi, terendah dan harga penutupan. Hubungan dengan harga pembukaan akan menentukan apakah candlestick akan kosong (harga bergerak dari pembukaan ke penutupan) atau terisi (biasanya diberi warna merah atau hitam). Homma menamai setiap pola, sebagai contoh: Long days, Short days, White Marubozu, Black Marubozu, Spinning tops, Stars, Rain drops, Dark Cloud Cover, Evening Star, Doji, Three Black Crows, Dragonfly Doji, Hanging Man, dll. Semuanya memiliki makna yang spesifik bagi Homma.
Setelah mendominasi pasar beras Osaka, Homma kemudian menaklukkan perdagangan Muneisha di pasar Edo dimana ia berhasil mencetak lebih seratus "kemenangan". Homma jadi terkenal di seluruh penjuru Jepang. Ia dijuluki dewa pasar. Ia kemudian menjadi penasihat keuangan kekaisaran Jepang dan diangkat sebagai Samurai, penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga Jepang. Bukunya “Sakata Shenso” dan “Sob Sani No Den” meningkatkan reputasinya dan aturan-aturannya dikenal sebagai “Hukum Sakata / Sakata Rule”. Hukum Sakata adalah dasar candlestick modern.
Seperti Munehisa Homma, pedagang terbaik saat ini membutuhkan senjata. Mereka perlu mengetahui sesuatu yang orang lain belum tahu. Banyak pedagang yang mencoba untuk menciptakan senjata. Kebanyakan di antara mereka menyusun strategi dengan memanfaatkan teknologi. Homma membuat penemuan besarnya dengan mengamati pasar dan pola musiman bertahun-tahun, bahkan dekade. Penelitiannya sangat teliti dan ia mengamati 1500 tahun sejarah perkembangan beras. Penelitiannya baru, unik, dan sangat teliti. Unik berarti dia tidak “berdiri di atas bahu orang lain”, ini berarti ia menciptakan metode baru dalam membaca pergerakan harga di pasar beras. Senjatanya membawa kesuksesan besar, kemasyhuran, keberuntungan, dan kehormatan yang dikenang bangsanya
Munehisa Homma |
Homma menjalankan bisnis beras keluarga dan beras telah menjadi darah kehidupan di Jepang. Lebih dari sekedar bahan pangan, beras telah menjadi bagian dari budaya di sana. Desa-desa yang berkembang, menyandarkan kehidupannya pada siklus penanaman, pertumbuhan dan panen beras. Banyak sekali bagian dari siklus tersebut yang dirayakan dengan berbagai pesta, festival serta upacara seremonial. Beras merupakan komoditas yang sangat prestisius. Beras tak hanya sekedar komoditas perdagangan, beras juga menjadi sentra kebudayaan orang Jepang. Dari beraslah dihasilkan Sake (minuman khas Jepang), kue beras, tepung beras, cuka beras, dan masih banyak lagi. Tanaman padi tidak hanya ditanam untuk memperoleh butir padinya, tetapi daun-daunan tanamannya yang hijau dan rimbun ketika dikeringkan akan menjadi jerami.
Jerami juga merupakan bagian penting dalam kehidupan orang Jepang. Dari jerami, masyarakat desa di Jepang Utara bisa membuat topi, pakaian, peralatan rumah tangga, dan bahkan kertas. Mereka juga bisa membuat perlengkapan ibadah, topeng, dekorasi dan ratusan perlengkapan dan peralatan sehari-hari. Beras adalah penunjang utama ekonomi Jepang saat itu. Dalam aturan feodal, para Daimyo mengumpulkan butir padi dari para petani sebagai pajak tanah dan menjualnya dari gudang. Perdagangan beras adalah jalan hidup bagi orang Jepang yang berada dalam strata petani dan pedagang. Kemudian beras menggantikan mata uang sebagai penyimpan nilai atau penilai kekayaan di tanah feodal Jepang.
Pada suatu hari, saat itu hari senin pagi, Homma duduk bersila di atas tikar jerami di gudang beras milik keluarganya. Ia mencatat inventaris beras setiap pagi. Tumpukan kertas-kertas denda, dokumen inventaris beras dan lembaran-lembaran kertas perkamen terlihat berada di samping meja tulis kecilnya. Kertas perkamen adalah kertas khusus yang tidak dibuat dari tanaman padi, namun terbuat dari tiga bahan tradisional, yaitu kozo (mulberry), gampi dan mitsumata. Kertas perkamen itu dipesan Homma dari teman baiknya, Nomura San, pembuat Tahu terbaik di Jepang, yang memiliki akses ke pengusaha perkamen yang ada di Kyoto. Homma memiliki ketertarikan yang sangat besar pada kertas-kertas perkamen tersebut, lebih besar dibanding dengan tanah-tanah keluarga maupun inventaris beras yang disimpan pada enam gudang yang terpisah. Kertas-kertas perkamen itu dibubuhi simbol-simbol yang digambar sendiri oleh Homma. Simbol-simbol tersebut digambar naik dan turun dalam bentuk dan pola yang beraneka ragam, pada bagian bawah dan samping setiap lembaran perkamen ditulis angka-angka. Beberapa simbol yang tidak dapat dipahami diberi tanda dengan warna merah.
Upaya untuk membuat simbol-simbol itu sudah dilakukan Homma sejak lama. Selama 15 tahun Homma melakukan riset menggunakan referensi kuno, mencoba memahami apa yang ia lihat dan selalu berusaha untuk menyempurnakan pemahaman terhadap bahasa simbol-simbol itu. Pekerjaan ini kadang membuat ia frustrasi. Ketika Homma frustasi, dia tahu apa yang harus dilakukan. Dia pergi ke kebun kecilnya dimana ada satu batu besar berlumut yang berada di antara sungai kecil dan dua pohon buah ceri tua. Homma menatap batu itu dan diam dalam perenungan. Setelah itu, “Wa” (keseimbangan) kembali hadir dalam pikirannya mendorong untuk tetap melanjutkan riset. Kata hatinya membisikkan bahwa jika dia dapat memahami sebagian kecil saja bahasa simbol itu maka masalah akan bisa cepat diselesaikan.
Homma memberi nama masing-masing simbol dengan nama berlainan dan mengelompokan pola-pola yang berulang. Hal ini menjadi pekerjaan yang sulit karena terlaku banyak jumlah simbol-simbol yang ada. Setelah bertahun-tahun lamanya dengan terus melakukan latihan, Homma sedikit demi sedikit mulai bisa memahami apa yang ia cari selama ini. Ia mencelupkan alat tulis yang terbuat dari bulu ke dalam tinta, dan dengan hati-hati menggambar sebuah segi empat, dilanjutkan dengan menarik garis kecil di bagian atas dari segi empat tersebut dan garis lain digambar pada bagian bawah. Ia mengulangi cara tersebut pada beberapa kertas perkamen yang lain dan berhati-hati meletakkan setiap lembar yang telah digambar hingga tintanya kering.
Homma mulai memahami bahwa setiap simbol memiliki konsekuensi. Satu simbol mengindikasikan beberapa kemungkinan, sementara simbol yang lain memiliki beberapa kemungkinan yang berbeda. Dari pemahaman yang terbatas, ia mengisolasi satu kelompok kecil simbol dan memperhatikan apa yang terjadi ketika polanya terbentuk. Ia menguji terbentunya pola-pola ini dalam risetnya ratusan kali dan ia telah menemukan adanya pengulangan berkali-kali. Risetnya menggunakan arsip peristiwa selama lebih dari 1500 tahun. Sebelumnya, tak seorang pun pernah mengamati suatu kejadian-kejadian yang muncul kembali dalam jangka waktu yang sangat lama seperti itu. Akhirnya riset yang ia kerjakan selesai juga.
Besok ia akan pergi meninggalkan tempat tinggalnya menuju pasar beras dengan persiapan yang telah matang untuk membuktikan kebenaran dari hasil risetnya, tanpa disadari ia telah mencatatkan dirinya ke dalam lembaran sejarah. Dan di penghujung hari, Homma minum secangkir Gyokuro (“embun permata”, teh Jepang yang paling istimewa) untuk merayakan kesuksesan hari ini. Homma hampir saja mempertaruhkan hidupnya. Pertaruhan bukan karena sebuah kepastian tetapi karena beberapa kemungkinan atau peluang. Dari penelitiannya tersebut, ia dapat menghitung probabilitas lebih baik bila dibandingkan dengan orang lain. Homma merasa beruntung tinggal di Osaka karena dapat mengetahui banyak tentang pernak-pernik mengenai beras. Ini adalah hari pertama.
Besoknya, hari Selasa, Homma tiba di pasar beras. Sekelompok petani mengendarai kereta mereka yang memuat beras dan bergerak menuju pusat kota. Di sana, para pedagang akan memeriksa dan melakukan tawar-menawar dengan para petani dan agen mereka untuk menentukan harga beras hari ini, baik untuk beras yang berasal dari petani lokal maupun dari daerah pedalaman. Panen di awal musim ternyata cukup berhasil, beras yang dihasilkan lumayan baik kualitasnya, tetapi sayangnya bisnis beras sedang lesu. Para pedagang tidak punya minat untuk membeli, mereka minum teh sambil bersenda gurau.
Para pedagang besar di Osaka memperlihatkan sikap acuh tak acuh. Hanya duduk-duduk dan tidak menunjukkan minat untuk membeli. Taktik inilah yang selalu menjatuhkan psikologi para petani. Pedagang besar menggunakan kartel informal yang dapat mengendalikan harga beras. Mereka bisa mendapatkan beras dengan harga murah hanya dengan menunggu. Para petani mempunyai beras melimpah di ladang mereka dan panen besar akan datang dari daerah pertanian beras bagian Utara dan pedalaman. “Ya”, kata mereka kepada petani lokal, “ini adalah panen beras yang bagus; para dewa tersenyum dan kamu juga beruntung; tapi maaf, gudang kami telah penuh, kami tidak berminat membeli beras hari ini”.
Homma memulai bisnisnya dengan tenang, menyapa para petani, menanyakan kesehatan mereka dan keluarganya, dan membeli beras mereka. Sepanjang hari, para pedagang lain hanya memperhatikan Homma membeli, membeli dan membeli. Apa yang ia lakukan? Mengapa ia membeli? Tidakkkah dia tau bahwa sekarang adalah awal masa panen dan harga beras akan cenderung turun ketika semakin banyak beras yang masuk ke pasar? Anak bodoh; tidak bisa bersabar; memalukan sekali buat keluarganya! bukan seperti itu cara pedagang beras Osaka. Ini adalah hari kedua.
Hari Rabu, proses berulang. Homma masih tetap membeli, sementara pedagang lain masih juga mengabaikan para petani yang datang ke pasar dengan kereta yang membawa karung-karung berisi beras. Hari ini terlihat jelas bahwa pasokan beras yang tiba di pasar lebih sedikit daripada kemarin. Kartel terang-terangan menghina Homma karena melihat ia kembali membeli beras. Homma tidak gelisah dan terpengaruh, ia mengetahui yang orang lain tidak tahu, ternyata Homma memiliki hampir semua “permata” yang ada di pasar. Homma mempunya mata pisau! Dalam istilah modern ia memiliki peluang reward yang lebih besar dibanding resikonya.
Pada tengah hari, seekor kuda yang kehausan dan penunggangnya yang kusut kumal tiba di pusat kota. Sang penunggang bergegas menemui pemimpin pedagang Osaka, berjongkok didekatnya dan membisikkan sesuatu. Ia membawa berita buruk kepada kartel pedagang. Hujan yang terjadi di luar musim menggagalkan panen tahunan di hampir semua daerah pertanian! tidak akan ada panen berlimpah tahun ini dan harga beras akan terus naik seiring kelangkaan beras.
Sekarang pedagang Osaka mulai panik dan bergegas menemui para petani. Mereka harus membeli apa yang bisa mereka beli dari pasokan lokal yang tersisa. “Maaf”, kata si petani, “semua persediaan beras saya sudah dijual ke Homma”. “Besok, apakah anda membawa beras ke Osaka?” tanya si pedagang. “Maaf” ulang si petani, “Semua hasil panen tahun ini sudah dijual ke Homma”. Cerita yang sama terus berulang dengan petani yang lain. Homma telah menguasai pasar beras Osaka! Ini adalah hari ketiga.
Para pedagang besar tersebut menyalahkan sumber informasi dan pencari berita mereka, menyalahkan kuda terlalu lambat dan mencemooh penunggangnya yang malas. Mereka mendapatkan pukulan telak, mereka berpikir Homma pasti memiliki intel yang lebih baik, mempunyai banyak kurir merpati untuk mengetahui semua hal. Para pedagang dengan terpaksa membeli beras dari Homma dengan harga yang tinggi.
Ketika matahari terbit pada hari keempat, Homma duduk di gudangnya dengan lembaran-lembaran kertas perkamen kesayangannya. Seorang pekerja semalaman mengangkat dan menyimpan cadangan beras di gudangnya. Gudang tambahan digunakan untuk menyimpan beras yang akan tiba hari ini dari sawah petani setempat. Gudang beras di Osaka sedang langka pasokan, hanya terbatas untuk pasokan lokal. Dalam hitungan jam, bisa diduga para pedagang beras Osaka akan berada di depan pintu rumahnya, mereka dengan ke-putusasa-annya akan membeli beras yang mereka tolak tiga hari lalu. Perlengkapan dagang Homma tidaklah secepat kuda atau pun merpati, tetapi Homma mampu mengeliminir rumor-rumor yang bermunculan.
Perlengkapan dagang Homma adalah kertas perkamen. Setiap pagi, Homma menggambar simbol dan pola-pola secara khusus pada kertas perkamen yang mana merupakan catatan harga beras pada beberapa hari dan minggu sebelumnya. Homma telah menemukan modern market chart, pola-pola cantiknya dikenal dengan istilah “Batang Lilin” (Candlestick). Dari pola candlestick, Homma dapat memprediksi arah harga beras di masa depan. Pengetahuan ini adalah senjata Homma yang sangat berharga.
Homma telah mengalahkan kartel pedagang beras dan akan selamanya menjadi supremasi pedagang beras Osaka. Hanya dalam empat hari Homma sudah menjadi raja pedagang beras. Candlestick chart merefleksikan semua yang diketahui tentang harga pembukaan, tertinggi, terendah dan harga penutupan. Hubungan dengan harga pembukaan akan menentukan apakah candlestick akan kosong (harga bergerak dari pembukaan ke penutupan) atau terisi (biasanya diberi warna merah atau hitam). Homma menamai setiap pola, sebagai contoh: Long days, Short days, White Marubozu, Black Marubozu, Spinning tops, Stars, Rain drops, Dark Cloud Cover, Evening Star, Doji, Three Black Crows, Dragonfly Doji, Hanging Man, dll. Semuanya memiliki makna yang spesifik bagi Homma.
Setelah mendominasi pasar beras Osaka, Homma kemudian menaklukkan perdagangan Muneisha di pasar Edo dimana ia berhasil mencetak lebih seratus "kemenangan". Homma jadi terkenal di seluruh penjuru Jepang. Ia dijuluki dewa pasar. Ia kemudian menjadi penasihat keuangan kekaisaran Jepang dan diangkat sebagai Samurai, penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga Jepang. Bukunya “Sakata Shenso” dan “Sob Sani No Den” meningkatkan reputasinya dan aturan-aturannya dikenal sebagai “Hukum Sakata / Sakata Rule”. Hukum Sakata adalah dasar candlestick modern.
Seperti Munehisa Homma, pedagang terbaik saat ini membutuhkan senjata. Mereka perlu mengetahui sesuatu yang orang lain belum tahu. Banyak pedagang yang mencoba untuk menciptakan senjata. Kebanyakan di antara mereka menyusun strategi dengan memanfaatkan teknologi. Homma membuat penemuan besarnya dengan mengamati pasar dan pola musiman bertahun-tahun, bahkan dekade. Penelitiannya sangat teliti dan ia mengamati 1500 tahun sejarah perkembangan beras. Penelitiannya baru, unik, dan sangat teliti. Unik berarti dia tidak “berdiri di atas bahu orang lain”, ini berarti ia menciptakan metode baru dalam membaca pergerakan harga di pasar beras. Senjatanya membawa kesuksesan besar, kemasyhuran, keberuntungan, dan kehormatan yang dikenang bangsanya
Tag :
Belajar Forex
6 Komentar untuk "Sejarah Candlestick"
mantap juga ini orang sudah dari jaman baheula bisa memprediksikan market
trading dengan menggunakan candlestick memang cukup nyaman dan bisa kita manfaatkan dengan baii meskipun inidiaktor ini sudah berumur ratusan taun, namun masih bisa dimanfaatkan dengan baik untuk sclaping di octafx dengan baik
memang benar gan. selain itu nggak terlalu sulit menurut saya walaupun teknik ini sudah berabad-abad tapi masih bisa digunakan dengan baik untuk scalping di FXB Trading dengan baik dan benar.
Menurut saya Candlestick merupakan jenis tampilan chart yang paling banyak digunakan oleh para traders nih. Tidak heran sih karena penampilannya seperti itu ternyata ada artinya juga dan bisa digunakan sebagai pertimbangan ketika kita memprediksi pergerakan pasar. Ketika trading di Gainscopefx.com pun saya menggunakan tampilan candlestick ini juga untuk memperakurat prediksi pergerakan pasar yang saya lakukan.
Memang dimana untuk broker ACY ini terbaik juga, dimana dengan segala fasilitas yang telah di berikan terbaik, dan bonus menarik juga, dan telah lamanya ane gabung bersama ACY kurang lebih 6 bulan, dimana ane dapat trading dengan merasakan kenyamanan, keamanan untuk trading forexnya, dimana layanan yang ramah, terpercya dana trading, cepat dalam eksekusi nya, dan ane merasa bangga dan puas deh telah gabung nya bersama ACY, memang benar benar is the best broker untuk ACY ini
Realistis terhadap hasil trading. Jangan mikir trading for living dulu. Kecuali Anda luar biasa beruntung, jangan berharap mengubah modal trading $100 menjadi $ 100.000 dalam sekejap. Justru fokus trading sebenarnya adalah bertahan hidup.